Cari Blog Ini

Senin, 14 Januari 2013

Konsep Partisipasi



Kumorotomo (1999:112) mengatakan partisipasi adalah corak tindakan massa individual yang memperlihatkan adanya hubungan timbal balik antara pemerintah dengan warganya. Lebih jauh lagi Ia mengingkatkan bahwa secara umum corak partisipasi warga negara dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu :
·         Partisipasi dalam pemilihan (electoral participation)
·         Partisipasi kelompok (group participation)
·         Kontak antara warga negara dengan pemerintah (citizen goverment contact)
·         Partisipasi warga negara langsung.

            Selanjutnya Ndraha (1990:109) mengatakan bahwa konsep dari partisipasi mengandung makna yang sangat luas. Partisipasi berfungsi sebagai masukan dan keluaran. Sebagai masukan partisipasi dapat berfungsi enam fase, yaitu :
·         Fase penerimaan informasi
·         Pemberian tanggapan dalam terhadap informasi
·         Perencanaan pembangunan
·         Pelaksanaan pembangunan
·         Penerimaan kembali hasil pembangunan dan
·         Fase penilaian hasil pembangunan.
Sebagai masukan partisipasi berfungsi menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri. Dan sebagai keluaran partisipasi dapat digerakkan dengan memberikan stimulasi atau motivasi.
            Partisipasi Menurut Haryya (dalam Ndraha 1990:102) adalah pengambilan bagian dalam kegiatan bersama, partisipasi sebagai masukan pembangunan dapat meningkatkan usaha perbaikan kondisi taraf hidup masyarakat yang bersangkutan. Antara partisipasi masyarakat dengan kemampuan masyarakat untuk berkembang mandiri, terdapat unsur partisipasi yang cukup baik yang merupakan tanda adanya modal awal partisipasi itu sendiri. Masyarakat mempunyai kemampuan untuk berkembangan mandiri dan bisa pula membangun dengan partisipasi vertikal dan horizontal tergantung dari sudut mana partisipasi itu dibutuhkan.
            Menurut Mubyanto (dalam Ndraha 1990:149) partisipasi masyarakat  adalah sebagai dana dan daya yang dapat disediakan atau dapat dihemat sebagai sumbangan atau kontribusi masyarakat kepada proyek-proyek pemerintah atau keterlibatan langsung masyarakat pada penentuan arah, strategi dankebijakan yang akan dibuat oleh pemerintah tanpa mengorbankan kepentingannya secara pribadi. 
            Haeruman JS (1995:103) kegiatan partisipasi pada pembangunan merupakan salah satu determinal keberhasilan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan. Adanya sumbangan dalam bentuk pikiran, tenaga, uang / materi dan waktu membantu mempermudah dan mempelancar jalan kerjanya pemerintah.

Kamis, 03 Januari 2013

Konsep Tentang Pemberdayaan



Bennis dan Mische (dalam Makmur 2008:53) Pemberdayaan berarti menghilangkan batasan birokrasi yang menotak-otakkan orang dan membuat mereka menggunakan seefektif mungkin keterampilan, pengalaman, energi dan ambisinya.
            Menurut Clutterbuck (dalam Makmur 2008:54) Mendefenisikan pemberdayaan sebagai upaya mendorong dan memungkinkan individu-individu untuk mengemban tanggungjawab pribadi atas upaya mereka memperbaiki cara mereka melaksanakan pekerjaan-pekerjaan mereka dan menyumbang pada pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Dari defenisi ini memiliki lima dimensi, yakni :
(1) mendorong; 
(2) tanggungjawab; 
(3) memperbaiki cara kerja; 
(4) Menyumbang (kontribusi); dan 
(5) pencapaian tujuan.
            Selanjutnya Kartasamita (dalam Makmur 2008:55) menyatakan dalam konteks yang lebih luas bahwa pemberdayaan merupakan unsur yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan (survive), dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Pemberdayaan ini menjadi sumber dari apa yang di dalam wawasan politik pada tingkat nasional disebut ketahanan nasional.
            Richard Carver (dalam Makmur 2008:56) menyebutkan bahwa penberdayaan adalah ketersedian individu-individu dibawah situasi dan kondisi yang tepat untuk mengemban tanggungjawab pribadi untuk memperbaiki situasi dimana mereka berada.
            Menurut Stewart (dalam Awang 2010:46) pemberdayaan adalah memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas atau kewenangan kepada pihak lain atau memberi kemampuan dan keberdayaan. Pemberdayaan menjadi sebuah proses menuju peningkatan kekuatan, kemampuan dan daya. Lebih lanjut lagi Stewart menyatakan : 

  • Pemberdayaan dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
  • Pemberdayaan juga memberi kepada staf rasa berprestasi yang lebih besar sehingga dapat meningkatkan motivasi.
  •  Pemberdayaan juga memberikan manfaat-manfaat besar bagi organisasi dimana salah satunya adalah bertambahnya efektifitas organisasi.
              Prijono dan Pranaka (dalam Awang 2010:47) menyebutkan pemberdayaan sebagai proses belajar mengajar yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang dilaksanakan secara berkesinambungan baik bagi individu maupun kolektif, guna mengembangkan daya (potensi), dan kemampuan yang terdapat dalam diri individu dan kelompok. 

Konsep Tentang Desa


       Desa menurut Sadu (dalam Soetarjo 2006:7) pertama kali dikemukakan oleh Mr. Herman Warner Muntinghe, seorang Belanda anggota Raad van Indie pada masa penjajah kolonial Inggris, yang merupakan pembantu Gubernur Jendral Inggris yang berkuasa pada tahun 1811 di Indonesia. Dalam sebuah laporan tertanggal 14 Juli 1817 kepada pemerintahanya disebutkan tentang adanya desa di daerah-daerah pesisir utara pulau Jawa, dan dikemudian hari ditemukan juga  desa-desa di kepulauan luar pulau Jawa yang kurang lebih sama dengan desa yang ada di pulau Jawa.
Kata desa sendiri berasal dari bahasa India, yakni ’’swadesi’’ yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada suatu ketentuan hidup dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas.
Desa menurut Departemen Dalam Negri (dalam Sadu 2006:8) sebagaimana termaktub dalam Pola Dasar Gerak Oprasional Pembangunan Masyarakat Desa (1969) meninjau pengertian desa dari segi hubungan dengan penempatanya di dalam susunan tertib pemerintahan sebagai berikut :
            ’’Desa atau dengan nama aslinya yang setingkat merupakan kesatuan hukum berdasarkan susunan asli adalah suatu ’’badan hukum’’ dan ada pula ’’badan pemerintahan’’ yang merupakan bagian wilayah kecamatan atau wilayah yang melingkunginya.’’

Menurut Syarif (2007:18) desa merupakan satu kesatuan masyarakat hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.
Istilah desa dimaknai sebagai suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi. Pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan NKRI. (Awang. 2010:99)
Desa sangat penting perananya, sebab desa merupakan suatu wilayah terkecil yang mempunyai kewenangan untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Berdasarkan pengertian dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yudistira (2007:67).
Bintaro (dalam Sadu 2006:8) yang memandang desa dari segi geografis mendefenisikan desa sebagai berikut :
            ’’Suatu hasil dari perwujudan antara kegiatan kelompok manusia dengan    lingkunganya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau penampakan dimika bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial ekonomis, politik dan kultural yang saling berintegrasi antara unsur    tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah lain.’’

Menurut Unang (dalam Sadu 2006:9) Susunan desa membentuk persekutuan masyarakat hukum dikategorikan atas 3 (tiga) tipe, yaitu : 
  1.  Tipe kesatuan masyarakat hukum berdasarkan kepada teritorial / wilayah tempat bersama sebagai dasar utama
  2.  Tipe kesatuan masyarakat umum berdasarkan persamaan keturunan / genetik (suku, warga atau calon) sebagai dasar utama untuk dapat bertempat tinggal dalam suatu wilayah tersebut 
  3. Tipe kesatuan hukum berdasarkan atas campuran (teritorial dan keturunan).

Sementara  Soetardjo (dalam Sadu 2006:9) pada umumnya desa memiliki tiga sifat, yaitu:
  1. Berdasarkan genelogis / keturunan (genelogische rechtgemeenschappen) 
  2. Berdasarkan teritorial / wilayah (teritorialle rechtgmenschappen). 
  3. Campuran antara geneologis dan teritorial.

 Desa dapat juga dilihat dari pergaulan hidup, seperti yang dikemukakan oleh Bouman (dalam Sadu 2006:8) yaitu sebagai salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu orang, hampir semuanya saling mengenal, kebanyakna yang termasuk didalamnya hidup dari pertanian, perikanan dan sebagainya, usaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga yang rapat, ketaatan tradisi dan kaidah-kaidah sosial.
Sebagai persekutuan hukum terkecil menurut Sadu (2003:59) Desa atau nama lainnya yang sejenis memilikin otonomi yang bersifat tradisional. Beberapa undang-undang tentang pemerintahan daerah tidak menyebutkan secara eksplisit defenisi mengenai otonomi desa, tetapi berdasarkan kajian terhadap berbagai literatur tentang desa, dapat disusun mengenai otonomi desa, yaitu sebagai        berikut :
            ’’Otonomi Desa adalah hak untuk mengatur dan mengurus rumah   tangganya sendiri yang muncul bersamaan dengan terbentuknya persekutuan masyarakat hukum tersebut, dengan batas-batas berupa hak dan kewenagan yang luas dan tinggi tingkatanya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan penghidupan kesatuan  masyarakat hukum bersangkutan’’.