Desa menurut Sadu (dalam Soetarjo 2006:7)
pertama kali dikemukakan oleh Mr. Herman Warner Muntinghe, seorang Belanda
anggota Raad van Indie pada masa penjajah kolonial Inggris, yang merupakan
pembantu Gubernur Jendral Inggris yang berkuasa pada tahun 1811 di Indonesia.
Dalam sebuah laporan tertanggal 14 Juli 1817 kepada pemerintahanya disebutkan
tentang adanya desa di daerah-daerah pesisir utara pulau Jawa, dan dikemudian
hari ditemukan juga desa-desa di
kepulauan luar pulau Jawa yang kurang lebih sama dengan desa yang ada di pulau
Jawa.
Kata
desa sendiri berasal dari bahasa India, yakni ’’swadesi’’ yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal,
atau tanah leluhur yang merujuk pada suatu ketentuan hidup dengan satu kesatuan
norma, serta memiliki batas yang jelas.
Desa
menurut Departemen Dalam Negri (dalam Sadu 2006:8) sebagaimana termaktub dalam
Pola Dasar Gerak Oprasional Pembangunan Masyarakat Desa (1969) meninjau
pengertian desa dari segi hubungan dengan penempatanya di dalam susunan tertib
pemerintahan sebagai berikut :
’’Desa
atau dengan nama aslinya yang setingkat merupakan kesatuan hukum berdasarkan susunan asli adalah
suatu ’’badan hukum’’ dan ada pula
’’badan pemerintahan’’ yang merupakan bagian wilayah kecamatan atau wilayah yang melingkunginya.’’
Menurut
Syarif (2007:18) desa merupakan satu kesatuan masyarakat hukum dimana bertempat
tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.
Istilah
desa dimaknai sebagai suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk
sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi. Pemerintahan
terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya
sendiri dalam ikatan NKRI. (Awang. 2010:99)
Desa
sangat penting perananya, sebab desa merupakan suatu wilayah terkecil yang
mempunyai kewenangan untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Berdasarkan
pengertian dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yudistira (2007:67).
Bintaro
(dalam Sadu 2006:8) yang memandang desa dari segi geografis mendefenisikan desa
sebagai berikut :
’’Suatu
hasil dari perwujudan antara kegiatan kelompok manusia dengan lingkunganya. Hasil dari perpaduan itu ialah
suatu wujud atau penampakan
dimika bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial ekonomis, politik dan kultural
yang saling berintegrasi antara unsur tersebut
dan juga dalam hubungannya dengan daerah lain.’’
Menurut
Unang (dalam Sadu 2006:9) Susunan desa membentuk persekutuan masyarakat hukum
dikategorikan atas 3 (tiga) tipe, yaitu :
- Tipe kesatuan masyarakat hukum berdasarkan kepada teritorial / wilayah tempat bersama sebagai dasar utama
- Tipe kesatuan masyarakat umum berdasarkan persamaan keturunan / genetik (suku, warga atau calon) sebagai dasar utama untuk dapat bertempat tinggal dalam suatu wilayah tersebut
- Tipe kesatuan hukum berdasarkan atas campuran (teritorial dan keturunan).
- Berdasarkan genelogis / keturunan (genelogische rechtgemeenschappen)
- Berdasarkan teritorial / wilayah (teritorialle rechtgmenschappen).
- Campuran antara geneologis dan teritorial.
Desa
dapat juga dilihat dari pergaulan hidup, seperti yang dikemukakan oleh Bouman (dalam
Sadu 2006:8) yaitu sebagai salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama
sebanyak beberapa ribu orang, hampir semuanya saling mengenal, kebanyakna yang
termasuk didalamnya hidup dari pertanian, perikanan dan sebagainya, usaha yang
dapat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu
terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga yang rapat, ketaatan tradisi dan
kaidah-kaidah sosial.
Sebagai
persekutuan hukum terkecil menurut Sadu (2003:59) Desa atau nama lainnya yang
sejenis memilikin otonomi yang bersifat tradisional. Beberapa undang-undang
tentang pemerintahan daerah tidak menyebutkan secara eksplisit defenisi
mengenai otonomi desa, tetapi berdasarkan kajian terhadap berbagai literatur
tentang desa, dapat disusun mengenai otonomi desa, yaitu sebagai berikut :
’’Otonomi
Desa adalah hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yang muncul bersamaan dengan terbentuknya persekutuan masyarakat hukum tersebut,
dengan batas-batas berupa hak dan
kewenagan yang luas dan tinggi tingkatanya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan penghidupan kesatuan masyarakat hukum
bersangkutan’’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar