Cari Blog Ini

Minggu, 16 Oktober 2011

Sanksi Hukum Administrasi



I.            Pengertian
                  Sanksi Hukum Administrasi, menurut J.B.J.M. ten Berge, sanksi merupakan inti dari penegakan hukum administrasi. Sanksi diperlukan untuk menjamin penegakan hukum administrasi. Menurut P de Haan dkk, dalam Hukum Administrasi Negara, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis.  JJ. Oosternbrink berpendapat sanksi administrasi adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah, warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga (kekuasaan peradilan), tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri.

II.            Macan-macam sanksi hukum administrasi Negara
1.      Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang)
                  Paksaan pemerintahan merupakan tindakan nyata yang dilakukan organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan, mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Contoh Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa izin yang Berhak atau Kuasanya. Bestuursdwang merupakan Kewenangan Bebas, artinya pemerintah diberi kebebasan untuk mempertimbangkan menurut inisiatifnya sendiri apakah menggunakan bestuursdwang atau tidak atau bahkan menerapkan sanksi yang lainnya.

2.      Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan.
            Penarikan kembali Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang terdahulu. Ini diterapkan dalam hal jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan atau syarat-syarat yang dilekatkan pada penetapan tertulis yang telah diberikan, juga dapat terjadi pelanggaran undang-undang yang berkaitan dengan izin yang dipegang oleh si pelanggar.
            Penarikan kembali ketetapan ini menimbulkan persoalan yuridis, karena di dalam Hukum Administrasi Negara terdapat asas het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa, yaitu bahwa pada asasnya setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dianggap benar menurut hukum. Oleh karena itu, Ketetapan Tata Usaha Negara yang sudah dikeluarkan itu pada dasarnya tidak untuk dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya oleh hakim di pengadilan.

3.      Pengenaan Uang Paksa (Dwangsom)
            N.E. Algra, mempunyai pendapat tentang pengenaan uang paksa ini, menurutnya, bahwa uang paksa sebagai hukuman atau denda, jumlahnya berdasarkan syarat dalam perjanjian, yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna melaksanakan atau tidak sesuai waktu yang ditentukan, dalam hal ini berbeda dengan biaya ganti kerugian, kerusakan, dan pembayaran bunga. Menurut hukum administrasi, pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan kepada seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan.

4.      Pengenaan Denda Administratif.
                        Pendapat P de Haan DKK menyatakan bahwa, terdapat perbedaan dalam hal pengenaan denda administratif ini, yaitu bahwa berbeda dengan pengenaan uang paksa yang ditujukan untuk mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda administrasi tidak lebih dari sekedar reaksi terhadap pelanggaran norma, yang ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti. Dalam pengenaan sanksi ini pemerintah harus tetap memperhatikan asas-asas hukum administrasi, baik tertulis maupun tidak tertulis.

           


III.            Dasar hukum
·         Undang-undang
                  Sanksi-sanksi administrasi dalam Hukum Administrasi Negara sesungguhnya telah diundangkan atau diatur dalam Undang-Undang. Sebagaimana termaktub dalam Peraturan Perundang-undangan “Lingkungan Hidup” pasal 25 poin (1, 2, 3, 4, dan 5) yaitu pada bagian Ketiga (Sanksi Administrasi). Contoh perundang-undangan yang memuat ketentuan penting yang melarang para warga bertindak tanpa izin, sebagaimana termaktub dalam Pasal 47 ayat 1 woningwet negeri belanda: “Dilarang mendirikan bangunan tanpa atau menyimpang dari izin tertulis walikota dan para anggota dewan perwakilan rakyat kotapraja berkenaan dengan izin mendirikan bangunan”. Adapun peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan suatu izin, termasuk sanksi-sanksi administrasi yang khas, antara lain adalah :
1) Bestuurdwang (berbentuk paksaan pemerintahan);
2) Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan.
3) Pengenaan denda administratif.
4) Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom)
·         Landasan filosofis
                  Landasan filosofis pembentuksn ombudsman di Negara Indonesia, yatiu untuk meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan Negara dan untuk menjamin perlindungan terhadap hak-hak pada masyarakat. Komisi Ombudsman Nasional lebih banyak berhubungan dengan aparatur penyelenggara Negara, terutama pemarintahan dan peradilan, untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan secara bersih dan mempercepat proses penegakan pemberantasan korupsi sebagaimana termaktub dalam Keppres No 44 tahun 2000, sebagai berikut :
1. Melakukan pengawasan untuk menjamin penyelenggaraan Negara yang jujur, bersih, transparan, bebas, korupsi, kolusi dan nepotisme.
2. Bahwa pemberdayaan pengawasan oleh masyarakat terhadap penyelenggaraan Negara.
3. Memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat oleh aparatur pemerintah termasuk peradilan yang merupan bagian tak terpisahkan dari pupaya untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan.
4. Memperhatikan atas aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, maka dipandang sangat perlu dibentuk komisi pengawasan oleh masyarakat yang bersifat mandiri
Maka dapat disimpulkan bahwa miunculnya lembaga Ombudsman ini adalah untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat Indonesia pada umumnya.
·         Konsep Beschikking dan Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-undang No.5 tahun 1986
Lembabaga ombudsman
Di bentuk dengan keppres dan bertugas :
o   menampung aspirasi masyarakat.
o   menginformasikan hak-hak kewenangan masyarakat.
o   Tidak terbatas dari segi hukum saja tetapi aspek-aspek lainnya yang bersangkutan dengan tindakan pemerintahan.

Peradilan tata usaha Negara
Dibentuk dengan undang-undang dan bertugas :
o   Mengembangkan dan memelihara administrasi Negara menurut hokum (rectig)
o   Memelihara Administrasi Negara tetap menurut UU (wetmaning).
o   Memelihara Administrasi Negara secara fungsional (efektif) dan atau berfungsi efisien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar